IZIN PENYELENGGRAAN PRAKTIK
BIDAN
Menteri kesehatan indonesia peraturan menteri kesehatan
republik indonesia nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin penyelanggaraan
praktik bidan
Menimbang:
a.bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
- Bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang merata,perlu merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan.
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri Kesehatan tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Keputusannya
adalah:
BAB I :KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1) Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
2) Fasilitas
pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif,
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
3) Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan
yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4) Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB
adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5) Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB
adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
6) Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar
profesi, dan standar operasional prosedur.
7) Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta
perorangan.
8) Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II PERIZINAN
Pasal 2
1) Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus
berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
1) Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan wajib memiliki SIKB.
2) Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib
memiliki SIPB.
3) SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
1) Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, Bidan harus mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.
fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b.
surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki
Surat Izin Praktik
c.
surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas
pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
d.
pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3
(tiga) lembar;
e.
rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
atau pejabat yang ditunjuk; dan
f.
rekomendasi dari organisasi profesi.
2) Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Apabila belum
terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan
Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin
Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
4) Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
5) Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II
terlampir
6) Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III
terlampir.
Pasal 5
1) SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota.
2) Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf e tidak diperlukan.
3) Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus
disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan
kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan
hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat
kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
1) SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat
diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
2) Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan
melampirkan:
a.
fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
b.
fotokopi STR;
c.
surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki
Surat Izin Praktik;
d.
pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3
(tiga) lembar;
e.
rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.
rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
- tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
- masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
- dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan
dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
- pelayanan kesehatan ibu;
- pelayanan kesehatan anak; dan
- pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa
nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a.
pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b.
pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c.
pelayanan persalinan normal;
d.
pelayanan ibu nifas normal;
e.
pelayanan ibu menyusui; dan
f.
pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berwenang untuk:
a.
Episiotomi
b.
penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c.
penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
d.
pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e.
pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f.
fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi
air susu ibu eksklusif;
g.
pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga
dan postpartum;
h.
penyuluhan dan konseling;
i.
bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j.
pemberian surat keterangan kematian; dan
k.
pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
1. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.
2. Bidan dalam
memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
untuk:
a.
melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk
resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1,
perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 — 28 hari), dan perawatan tali
pusat;
b.
penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera
merujuk;
c.
penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
d.
pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.
pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak
pra sekolah;
f.
pemberian konseling dan penyuluhan;
g.
pemberian surat keterangan kelahiran; dan
h.
pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
- memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
- memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
1.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan
pelayanan kesehatan meliputi:
a.
pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi
dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
b.
asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus
penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
c.
penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman
yang ditetapkan;
d.
melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
lingkungan;
e.
pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra
sekolah dan anak sekolah;
f.
melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
g.
melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,
dan penyakit lainnya;
h.
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
i.
pelayanan kesehatan lain yang merupakan program
Pemerintah.
2.
Pelayanan alat
kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan
anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
1. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang
tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku.
Pasal 15
1. Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan
bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
2. Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai
pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah
daerah provi nsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
1. Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan
pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III
Kebidanan.
2. Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan
bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3. Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota
bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan
pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
1.
Bidan dalam
menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.
memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan
untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan
kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan
sehat;
b.
menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk
persalinan; dan
c.
memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2.
Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
1.
Dalam
melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
1.
menghormati hak pasien;
2.
memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien
dan pelayanan yang dibutuhkan;
3.
merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak
dapat ditangani dengan tepat waktu;
4.
meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
5.
menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan;
6.
melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan
lainnya secara sistematis;
7.
mematuhi standar ; dan
8.
melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan
praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
2.
Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang
tugasnya.
3.
Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus
membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam
melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
- memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
- memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
- melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
- menerima imbalan jasa profesi.
MENTERI KESEIIATAN REPUBL1K INDONES4A
BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
1. Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
1. Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi,
organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan
melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus
melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
4. Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan
praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat
untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut
Pasal 22
Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang
berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi
profesi.
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23
1. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturan ini.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui:
a.
teguran lisan
b.
teguran tertulis
c.
pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1
(satu) tahun; atau
d.
pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
1. Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan
sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas
kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap Bidan
yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
2. Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengenakan
sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas
pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
1. Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik
Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB
berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2. Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis
jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka
registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan
yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum
ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III)
Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
MENTERI KESDIATAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2010
MENTERI KESEHATAN,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar