A. PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI
1.
Pengertian Pelayanan Kesehatan Pada Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan
kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan kepada bayi
sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Pelaksana pelayanan kesehatan bayi :
1.
Kunjungan bayi
satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan
2.
Kunjungan bayi
satu kali pada umur 3 – 5 bulan
3.
Kunjungan bayi
satu kali pada umur 6 – 8 bulan
4.
Kunjungan bayi
satu kali pada umur 9 – 11 bulan
Kunjungan bayi bertujuan untuk
meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini
mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan,
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan,
imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulusi tumbuh
kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi :
a.
Pemberian
imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1, 2,3, 4, DPT/HB 1, 2, 3, Campak) sebelum
bayi berusia 1 tahun
b.
Stimulasi
deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDDTK)
c.
Pemberian
vitamin A 100.000 IU (6 – 11 bulan)
d.
Konseling ASI
ekskulusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda –tanda sakit dan perawatan
kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
e.
Penanaganan dan
rujukan kasus bila di perlukan
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan bayi adalah dokter spesialis anak, dokter, bidan dan
perawat.
2.
Jenis
Pelayanan Kesehatan Pada Bayi Baru Lahir
Pelaksanaan asuhan bayi baru lahir mengacu pada pedoman Asuhan Persalinan
Normal yang tersedia di puskesmas, pemberi layanan asuhan bayi baru lahir dapat
dilaksanakan oleh dokter, bidan atau perawat. Pelaksanaan asuhan bayi baru
lahir dilaksanakan dalam ruangan yang sama dengan ibunya atau rawat gabung (ibu
dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24
jam).
Asuhan bayi
baru lahir meliputi:
1)
Pencegahan infeksi (PI)
2)
Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
3)
Pemotongan dan perawatan tali pusat
4)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
5)
Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama
6 jam, kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.
6)
Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1
dosis tunggal di paha kiri
7)
Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal
di paha kanan
8)
Pencegahan infeksi mata melalui pemberian salep mata
antibiotika dosis tunggal
9)
Pemeriksaan bayi baru lahir
10)
Pemberian ASI eksklusif
Pelayanan kesehatan pada bayi adalah:
a.
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD)
IMD adalah memberikan pelayanan kesehatan pada anak
dengan mendekapkan bayi diantara kedua
payudara ibunya segera setelah lahir.
Memberikan kesempatan
bayi menyusui sendiri segera setelah
lahir dengan meletakkan bayi di dada atau perut dan kulit bayi melekat pada
kulit ibu (skin to skin contact) setidaknyaselama 1-2 jam sampai bayi menyusui
sendiri. (mitaya, 2010 : 23)
Hal ini dapat
menghindari kematian bayi dan penyakit
yang menyerang bayi, karena kandungan antibodi yang ada pada colostrom
dan ASI.
Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera
letakkan bayi tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk
melaksanakan proses IMD.
Langkah IMD pada persalinan normal (partus spontan):
1)
Suami atau keluarga dianjurkan mendampingi ibu di
kamar bersalin
2)
Bayi lahir segera dikeringkan kecuali tangannya, tanpa
menghilangkan vernix, kemudian tali pusat diikat.
3)
Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi
ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu ibu.
Keduanya diselimuti dan bayi diberi topi.
4)
Ibu dianjurkan merangsang bayi dengan sentuhan, dan
biarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu.
5)
Ibu didukung dan dibantu tenaga kesehatan mengenali
perilaku bayi sebelum menyusu.
6)
Biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu
minimal selama satu jam, bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, biarkan bayi
tetap di dada ibu sampai 1 jam
7)
Jika bayi belum mendapatkan putting susu ibu dalam 1
jam posisikan bayi lebih dekat dengan puting susu ibu, dan biarkan kontak kulit
bayi dengan kulit ibu selama 30 menit.
Setelah selesai proses IMD
bayi ditimbang, diukur, dicap/diberi tanda identitas, diberi salep mata dan
penyuntikan vitamin K1 pada paha kiri. Satu jam kemudian diberikan imunisasi
Hepatitis B (HB 0) pada paha kanan.
a)
Pelaksanaan penimbangan,
penyuntikan vitamin K1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B (HB 0).
b)
Pemberian layanan kesehatan tersebut dilaksanakan pada
periode setelah IMD sampai 2-3 jam setelah lahir, dan dilaksanakan di kamar
bersalin oleh dokter, bidan atau perawat.
c)
Semua BBL harus diberi penyuntikan vitamin K1
(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL
akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian BBL.
d)
Salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan
infeksi mata (Oxytetrasiklin 1%).
e)
Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan
setelah penyuntikan Vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan
Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.
b.
Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini
mungkin kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan di ruangan
yang sama dengan ibunya, oleh dokter/ bidan/ perawat. Jika pemeriksaan
dilakukan di rumah, ibu atau keluarga dapat mendampingi tenaga kesehatan yang
memeriksa.
c.
Pencegahan
infeksi
Pemotongan tali pusat pada BBL normal dilakukan
sekitar 2 menit setelah bayi baru lahir atau setelah penyuntikan oksitosin 10
IU intramuskular kepada ibu
Hindari pembungkusan tali pusat atau jika di bungkus
tutupi dengan kassa steril dalam keadaan longgar, agar tetap terkena udara dan
akan lebih mudah kering.
d.
Pencegahan
hilangnya panas tubuh bayi
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat dan
hindari bayi terpapar langsung dengan suhu lingkungan
e.
Kunjungan Neonatal
Adalah :-pelayanan kesehatan kepada neonatus
sedikitnya 3 kali yaitu:
1)
Kunjungan
neonatal I (KN1) pada 6 jam sampai dengan 48 jam setelah lahir
2)
Kunjungan neonatal II (KN2) pada hari ke 3 s/d 7 hari
3)
Kunjungan neonatal III (KN3) pada hari ke 8 – 28 hari
Pelayanan kesehatan diberikan oleh dokter/bidan/perawat, dapat dilaksanakan
di puskesmas atau melalui kunjungan rumah. Pelayanan yang diberikan mengacu
pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada algoritma bayi muda
(Manajemen Terpadu Bayi Muda/MTBM) termasuk ASI ekslusif, pencegahan infeksi
berupa perawatan mata, perawatan tali pusat, penyuntikan vitamin K1 dan
imunisasi HB-0 diberikan pada saat kunjungan rumah sampai bayi berumur 7 hari
(bila tidak diberikan pada saat lahir).
B. PELAYANAN KESEHATAN PADA ANAK BALITA
1.
Defini
Pelayanan Kesehatan Pada balita
Lima
tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa
keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan,
berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal
pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Upaya deteksi dini
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat
penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah
yang lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembng
anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh
kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan
salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu negara. Sebagian besar
penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan tegnologi sederhana
ditingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),
ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS
merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian
balita yang disebabkan oleh infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak,
malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.
Sabagai upaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian balita, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO
telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang
mulai dikembangkan di indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai
1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita
meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat. Pelayanan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1. Pelayanan
pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku KIA/KMS.
Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan
yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah dirujuk ke
sarana pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam
setahun. Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar,
motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali setahun
(setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan
kesehatan) maupun di luar gedung.
3. Pemberian
Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4. Kepemilikan
dan pemantauan buku KIA oleh setiap anak balita
5. Pelayanan
anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
2.
Jenis Pelayanan Kesehatan Pada Balita
Pelayanan kesehatan pada balita yang
lain adalah:
a. Pemantauan
pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk
balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk
memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh
ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu
atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat
bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak
terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak.
KMS juga dapat dipakai sebagai bahan
penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat
sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan,
meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya.
KMS berisi catatan penting tentang
pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian
kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
KMS juga berisi pesan-pesan
penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya
(Depkes RI, 2000).
Manfaat KMS adalah :
1) Sebagai
media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap,
meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan
diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif,
dan Makanan Pendamping ASI.
2) Sebagai
media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
3) Sebagai
sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan
dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
b. Pemberian
Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi
dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk
kesehatan mata ( agar dapat melihat dengan baik ) dan untuk kesehatan tubuh
yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit
misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat
dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan
terhadap Vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis
tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun.
(Depkes RI, 2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
1) Kapsul
vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu
kali dalam satu tahun
2) Kapsul
vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata
mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau
konjungtiva dan selaput bening ( kornea mata ).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan
Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target
pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan
terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga
menengah kebawah.
c. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang
diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
1) Penimbangan
berat badan
2) Penentuan
status pertumbuhan
3) Penyuluhan
4) Jika ada
tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan
deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke
Puskesmas.
d. manajemen
terpadu balita sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu
pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan
fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS
bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara
menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan
yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar
(Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila
dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan
balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif
(pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan
upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering
terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan
MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan
angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Kegiatan
MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
1) Meningkatkan
ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain
dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien
asalkan sudah dilatih).
2) Memperbaiki
sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali
pemeriksaan MTBS).
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 2
kategori, yaitu :
1) Manajemen
Terpadu Bayi Muda ( Usia 1 hari sampai 2 bulan )
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1
hari sampai 2 bulan ini, meliputi penilaian tanda dan gejala, penentuan
klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian
konseling, pemberian pelayanan dan tindak lanjut.
Dalam manajemen terpadu bayi muda
ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang lazim terjadi pada
bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan nafas, hipotermi, kemungkinan
infeksi bakteri, ikterus, gangguan saluran cerna, diare serta kemungkinan berat
badan rendah dan masalah pemberian ASI.
2) Manajemen
Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen
terpadu balita sakit pada usia 2 bulan sampai 5 tahun ini sama seperti
manajemen terpadu bayi muda, yaitu penilaian
tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat kegawatan, penentuan
tindakan dan pengobatan, pemberian konseling, pemberian pelayanan dan tindak
lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan
terhadap beberapa penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa
penyakit yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain
adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau menetek, muntah, kejang,
letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare, demam, masalah
telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
Sebagai upaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian balita, Departemen kesehatan RI bekerja sama dengan WHO
telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS )
yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya
dimulai tahun 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
3) Memperbaiki
praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian
pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam
pelayanan kesehatan).
e. Pelayanan
Immunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan
penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak
terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi
penyakit-penyakit: sebagai berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk
rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan terhindar
dari penyakit-penyakit, terhindar dari cacat, misalnya lumpuh karena Polio,
bahkan dapat terhindar dari kematian.
Vaksin yang di gunakan adalah :
1)
BCG : Untuk
mencegah penyakit tuberkulosis
2)
Polio oral
vaksin : Untuk mencegah penyakit polio
3)
DPT : Untuk
mencegah penyakit Difteri, Pertuis, dan Tetanus
4)
Hepatitis B :
Untuk mencegah penyakit Hepatitis B
5)
Campak : Untuk
mencegah penyakit Campak
Imunisasi
bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak mudah
tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak
dan hepatitis.
Imunisasi
dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
Praktek dokter atau bidan, dan di Rumah sakit.
f. Konseling
pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan
adalah :
1) Pemberian
makanan bergizi pada bayi dan balita
2) Pemberian makanan
bayi
3) Mengatur
makanan anak usia 1-5 tahun.
4) Pemeriksaan
rutin/berkala terhadap bayi dan balita
5) peningkatan
kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak
balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian
Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu Dan Anak.
Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan
Ibu.